BIOGRAFI PENDIRI


BIOGRAFI ROMO KYAI H. ABDUL AZIZ


KH. Abdul Aziz lahir di Tulungagung, tepatnya di desa Mojosari, Kecamatan Kauman tahun 1942. Mengenai tanggal dan bulan tidak diketahui secara pasti. Nama asal beliau adalah Moedamsir. Orang-orang mengenal beliau sebagai sosok yang pemberani, namun juga humoris dan sangat akrab dengan masyarakat dari berbagai lapisan dan golongan. Masyarakat disapanya dengan ramah, namun demikian tetap segan dan menaruh hormat kepada beliau karena kewibawaan dan kharismanya yang begitu tinggi.
Beliau merupakan putra keempat dari Bapak Munadi dan Ibu Inah dari enam bersaudara. Sekaligus sebagai putra yang gemar mondok. Sehingga wajar diusia beliau yang masih 15 tahun sudah khatam al-fiyah yang merupakan puncak dari ilmu alat (nahwu-shorof). Sejak kecil Beliau terkenal sebagai anak yang cerdas baik di pendidikan umum maupun agama. Pelajaran yang pertama kali beliau tekuni adalah Al-Quran, Beliau belajar Al-Quran kepada alm KH. Mansur Bancaan Mojosari yang merupakan santri dari KH. Raden Abdul Fatah Mangunsari. Karena ketaatan KH. Abdul Aziz kepada sang guru menjadikan beliau santri yang disayangi. Sehingga kemanapun sang guru pergi, beliau sering diajak. Dan di sinilah beliau sering mendapat nasehat-nasehat keagamaan secara langsung dan tak jarang melihat kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh KH Mansur.
Kehausan akan ilmu dan kegairahan untuk selalu berkumpul dengan orang-orang sholeh, membuat beliau tidak puas hanya belajar di Pondok Bancaan, maka segeralah beliau melanjutkan mondok di Pondok Wonokromo Gondang untuk mendalami ilmu alat.
Di pondok yang diasuh oleh alm KH Nahrowi inilah mulai tampak bakat Beliau dalam menekuni disiplin ilmu ilmu alat (nahwu-shorof). Sehingga beliau termasuk santri yang disegani oleh teman-teman maupun guru beliau. Selama belajar di pondok Wonokromo, karena terbentur kondisi ekonomi, tak semulus yang dibayangkan. Sehingga apabila tak punya bekal, Beliau sering pulang dan “duduk” dari rumah. Selama di rumah Beliau manfaatkan untuk membantu orang tua mencari sayuran ke daerah Pagerwojo untuk dijual ke pasar dengan “ngobrok”. Karena kesabaran dalam menghadapi rintangan serta kesungguhan beliau yang diiringi dengan riadhoh (tirakat) selama belajar menjadikan beliau termasuk orang-orang yang berhasil dalam menuntut ilmu.
Setelah tamat belajar di Wonokromo, KH. Abdul Aziz diminta untuk mengajar di Madrasah Pondok Panggung Tulungagung yang diasuh oleh KH. Asrori Ibrahim sekitar tahun 1965. Dari sinilah beliau mulai mentransfer ilmu-ilmu yang beliau peroleh ketika mondok. Selama berkhitmad di pondok panggung, beliau slalu menunjukkan sifat-sifat seorang pemimpin. Maka wajarlah kalau KH. Asrori Ibrahim (pendiri Jamaah Sholawat Nariyah) menunjuk beliau untuk menggantikan pucuk kepemimpinan Jamaah Sholawat Nariyah Kab Tulungagung.
Pada sekitar tahun 1965 KH. Abdul Aziz mengakiri masa lajangnya dengan menikahi Ibu Muntianah, Ibu Muntianah adalah putri dari Bapak Munahid dan Ibu Tonah Sumbergempol. Saat itu ibu Muntianah diasuh oleh neneknya (mbah Musi) Pacet. Pernikahan beliau dengan ibu Muntianah dikaruniai 5 putra, yaitu Ning Miratul Hasanah, Gus Samsul Umam, Ning Nimatul Basroh, Ning Siti Khumayah dan Gus M. Bahrudin.
Sebagaimana dikemukakan di atas, di Pacet inilah KH. Abdul Aziz mulai berjuang menyebarkan Islam. Laksana pendekar yang baru turun gunung, gebrakan pertama yang dimulai Beliau adalah dengan mendirikan Masjid. Di masjid ini, beliau merekrut santri dari desa sekitar untuk dididik secara khusus dan intensif, mereka diajak untuk mencintai ilmu nahwu shorof. Hasilnya segera terlihat, semangat mereka menyala-nyala walaupun jumlah mereka yang sangat minim.
Sudah menjadi sunnatullah, apabila seorang akan diangkat ke derajat yang lebih tinggi, maka Allah akan mengujinya lebih dahulu. Demikian halnya dengan KH. Abdul Aziz, pada tahun 1981 beliau diuji dengan wafatnya istri tercinta, setelah melahirkan putra kelima. Namun luka kesedihan yang melanda segera terobati dengan menikahi Ibu Nyai Saadah, putri dari KH Nurudin Ghozali, Bolu, Karangrejo. Ketika disunting oleh KH. Abdul Aziz, ibu Nyai Saadah memiliki dua putra yaitu Ning Halimatus Sadiyah dan Gus Syaifuddin Zuhri. Setelah pernikahan beliau berjalan 4 tahun, barulah dikarunia seorang putri yang bernama Ning Alien Kholifah.
Adapun cobaan yang dirasa berat, adalah ketika beliau menderita penyakit yang aneh. Hingga para dokter tidak mampu mendeteksi jenis penyakitnya. Hal ini berlanjut sampai Beliau berangkat haji ke Mekah pada tahun 1989. Dan penyakit beliau bertambah parah sehingga membuat beliau harus berhubungan dengan dokter dan rumah sakit. Seperti kejadian sebelumnya, dokter disanapun juga tidak berhasil menyembuhkan sakit yang beliau derita. Hingga pada suatu ketika beliau bermimpi seakan-akan berada di suatu lahan padi yang subur, namun di salah satu bagian ada lahan yang tidak ditanami. Melihat hal ini, segeralah beliau menanami lahan yang masih kosong tadi dengan mengambil dari tumbuhan padi yang subur. Akhirnya tampaklah tumbuhan padi itu subur dan rata. Setelah mimpi itu, beliau menjadi lebih bersemangat dalam menghadapi cobaan hidup. Dan dari mimpi tadi juga memberikan inspirasi terhadap perjuangannya dalam menyebarkan agama Islam di wilayah Moyoketen dan sekitarnya. Dan akhirnya sakit beliau dapat disembuhkan.
Melihat kesibukan Beliau yang sangat padat, maka urusan pesantren dan madrasah beliau wakilkan kepada santri-santri dan putra-putra beliau. Pada umumnya putra beliau adalah lulusan pondok pesantren. Setelah lulus mereka berkhitmad pada Madrasah dan pondok dengan ciri khas masing-masing. Gus Samsul Umam, Bapak Nasichudin Alwi (adik ipar) serta Bapak Bagus Ahmadi (putra menantu) dengan ciri pondok Lirboyonya segera mengadakan pembenahan kurikulum pengajaran Madrasah serta memajukan disiplin santri dan sistem belajar yang efektif dan efisien dalam bentuk musyawarah antar santri.
Gus Syaifuddin dan Ning Siti Khumayah dengan ciri pondok Plosonya, mengakan pembaharuan menejemen dan kepengurusan Madrasah. Dalam pengadaan bangunan Pondok dan Madrasah. KH. Abdul Aziz tidak pernah menarik biaya yang membebankan kepada santri-santri maupun wali santri dan tidak pernah mengajukan proyek pembagunan kepada instansi pemerintah maupun pejabat-pejabat tertentu.
Salah satu kelebihan KH. Abdul Aziz yang sangat dikagumi santri-santri beliau adalah semangat yang tak pernah padam di tengah-tengah kesibukan dalam melayani tamu yang datang dan kesibukan dakwah di berbagai tempat, Beliau tidak meninggalkan keistiqomahan dalam memimpin jamaah dan pengajian kitab. Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa kegiatan sehari – hari Romo KH. Abdul Azis, adalah berdakwah mengisi pengajian pada malam hari tertentu ke beberapa daerah sekitar. Di samping itu pada tiap hari kecuali hari jumat dan selasa setelah sholat subuh beliau mengadakan kuliah subuh dan pengajian tafsir Al-Quran Al Ibris. Dan setiap malam selasa setelah sholat maghrib beliau mengadakan pengajian kitab kuning secara umum dan dalam kesempatan ini beliau gunakan untuk memberikan fatwa-fatwa tentang masalah hukum keagaman dan masalah sosial kepada jamaah yang sebagian besar adalah masyarakat umum. Sejak pagi hari setelah pengajian tafsir Jalalain Beliau, menerima tamu yang datang dari berbagai penjuru daerah.
Setelah sholat isya sebagaimana kehidupan ulama salaf beliau beristirahat didalam kamar dan melakukan sebagian besar malamnya dengan beribadah kepada Allah SWT. Suatu amalan yang dianjurkan oleh kitab suci Al-Quran sebagai seorang yang mengaku pengikut sejati Nabi, beliau curahkan hampir seluruh waktu siangnya untuk mengabdi kepada umat manusia dan sebagian besar waktu malam dihabiskan untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Saat ini kepemimpinan Beliau sedang berjalan dan masih terus akan diuji oleh tantangan zaman. Marilah kita berdoa untuk beliau dan penerus-penerus beliau semoga senantiasa diberi kesehatan serta kekuatan dan semoga diberi kejayaan Pondok Pesantren kita. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar